Rabu, 21 Desember 2011

Pengaruh Kebudayaan dan Kelas Sosial terhadap Perilaku Konsumen


BAB I
PENDAHULUAN
Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan individu yang melibatkan pembelian penggunaan barang dan jasa termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut sebagai pengalaman dengan produk, pelayanan dari sumber lainnya.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah :
1. Faktor kebudayaan
Faktor kebudayaan meliputi :
a. Budaya : faktor-faktor budaya memberikan pengaruhnya paling luas pada keinginan dan perilaku konsumen. Budaya (culture) adalah penyebab paling mendasar teori keinginan dan perilaku seseorang.
b. Subbudaya : setiap kebudayaan mengandung sub kebudayaan yang lebih kecil, atau sekelompok orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Sub kebudayaan meliputi: kewarganegaraan, agama, ras, dan daerah gegrafis.
c. Kelas sosial : hampir setiap masyarakat memiliki beberapa bentuk struktur kelas sosial. Kelas-kelas sosial adalah bagian-bagian masyarakat yang relatif permanen dan tersusun rapi yang anggota-anggotanya mempunyai nilai-nilai, kepentingan dan perilaku yang sama.

2. Faktor sosial
Perilaku konsumen juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok kecil, keluarga serta aturan dan status sosial konsumen. Disini keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan orang ingin membeli juga dipenggaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap siklus hidup, pekerjaan, situasi ekonomui, gaya hidup dan kepribadian serta konsep diri.
Selain dari beberapa faktor diatas yang mempengaruhi perilaku konsumen juga dipengaruhi juga oleh faktor-faktor psikologis seseorang, yang meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan dan keyakinan serta sikap.

Tujuan
Tujuan penulis membuat penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca apakah pengaruh dari kebudayaan dan kelas sosial terhadap perilaku konsumen.
Rumusan masalah
1.      Pengertian dari kebudayaan dan kelas sosial
2.      Pengaruh  kebudayaan dan kelas sosial terhadap perilaku konsumen


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kabudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut  culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya:Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1.     Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
§                    alat-alat teknologi
§                    sistem ekonomi
§                    keluarga
§                    kekuasaan politik
2.     Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
v     sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
v     organisasi ekonomi
v     alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
v     organisasi kekuatan (politik)

2. 2 Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Faktor budaya adalah salah satu pengaruh yang paling berdampak luas dalam perilaku konsumen. Pustakawan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya tersebut dan juga sub-budaya dan juga kelas sosial pembeli. Budaya memegang peranan yang sangat penting di dalam perilaku konsumen apabila kebudayaan sudah sangat melekat di dalam diri konsumen tidak akan dapat mengubah pengaruh kebudayaan asing yang dating dari luar bias masuk begitu saja.
Contohnya saja seorang konsumen yang sudah sangat cinta dengan kebudayaan bangsanya, sehingga ia selalu menggunakan produk dalam negeri dan tidak mau menggunakan produk luar. Memang tidak semua konsumen seperti itu, masih terdapat konsumen-konsumen yang tidak mempunyai kebudayaan yang melekat utuh didalam dirinya, sehingga ia masihdengan mudah terpengaruh oleh kebudayaan asing dan menggunakan produk-produk dari luar.
Setiap kebudayaan masing-masing terdiri dari sub-budaya yang lebih kecil lagi yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih jelas untuk para anggotanya. Adalah factor pennetu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari.
Anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi. Preferensi. Dan perilaku melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan berbagaua lembaga penting lainnya. Karena itu, seseorang anak dibesarkan dalam kebudayaan ertentu akan mempunyai nilai-nilai kebudayaan tertentu pula.
2.3 Pengertian Kelas Sosial
Berdasarkan karakteristik Stratifikasi sosial, dapat kita temukan beberapa pembagian kelas atau golongan dalam masyarakat. Istilah kelas memang tidak selalu memiliki arti yang sama, walaupun pada hakekatnya mewujudkan sistem kedudukan yang pokok dalam masyarakat. Pengertian kelas sejalan dengan pengertian lapisan tanpa harus membedakan dasar pelapisan masyarakat tersebut.
Kelas Sosial atau Golongan sosial mempunyai arti yang relatif lebih banyak dipakai untuk menunjukkan lapisan sosial yang didasarkan atas kriteria ekonomi. Jadi, definisi Kelas Sosial atau Golongan Sosial ialah sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Klasifikasi Kelas Sosial
Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Berdasarkan Status Ekonomi.
1) Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:
1 = golongan sangat kaya
2 = golongan kaya
3 = golongan miskin
- Golongan pertama : Merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah, dan bangsawan.
- Golongan kedua : merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
- Golongan ketiga       : merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2) Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3) Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)
1. Upper-upper class
2. Lower-upper class
3. Upper-middle class
4. Lower-middle class
5. Upper-lower class
6. Lower-lower class
Kelas sosial pertama    : keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
Kelas sosial kedua       : belum lama menjadi kaya
Kelas sosial ketiga       : pengusaha, kaum professional
Kelas sosial keempat   : pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor,   pengrajin terkemuka
Kelas sosial kelima      : pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas sosial keenam    : para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.
4) Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1. Kelas puncak (top class)
2. Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
    Kelas menengah ekonomi (economic middle class)
3. Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
4. Kelas bawah (underdog class)
2. 4 Pengaruh Kelas Sosial Terhadap Perilaku Konsumen
Pengaruh dari adanya kelas sosial terhadap perilaku konsumen begitu tampak dari pembelian akan kebutuhan sehari-haru, bagaimana seseorang dalam membeli akan barang kebutuhan sehari-hari yang primer ataupun hanya sebagai penghias dalam kelas sosial begitu berbeda. Untuk kelas sosial dari status yang lebih tinggi akan membeli barang kebutuhan yang bermerek terkenal, ditempat yang khusus dan memiliki harga yang cukup mahal. Sedangkan untuk kelas sosial dari status yang lebih rendah akan membeli barang kebutuhan yang sesuai dengan kemampuannya dan ditempat yang biasa saja. Adapun yang merupakan ukuran kelas sosial dari konsumen yang dapat diterima secara luas dan mungkin merupakan ukuran kelas sosial terbaik terlihat dari pekerjaan, pendidikan dan penghasilan.

BAB III
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan pngertian dari kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sementara, pengertian dari kelas sosial adalah sekelompok manusia yang menempati lapisan sosial berdasarkan kriteria ekonomi.
Factor kebudayaan dan factor kelas sosial sangat berpengaruh terhadap periaku konsumen, karena tindakan-tindakan tersebut sangat jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari di kehidupan manusia.

Daftar Pustaka

Kamis, 10 November 2011

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMBELI ROKOK SAMPOERNA MILD DI BEKASI



BAB I
PENDAHULUAN

Keputusan pembelian merupakan bagian dari serangkaian proses pembelian yang sudah mengalami beberapa tahap, mulai dari mengenali masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian (James F Engle, 1994). Calon pembeli sebelum mengambil keputusan pembelian melakukan evaluasi terhadap produk secara alternatif, kemudian timbul minat membeli, selanjutnya mengambil keputusan pembelian (Philip Kotler, 1997).
Keputusan konsumen memilih rokok Sampoerna Mild di Kota Bekasi dipengaruhi oleh faktor merk produk, rasa, harga, pomosi dan ketersediaaan produk. Hal ini dapat dibuktikan oleh rokok Sampoerna Mild. Permintaan rokok Sampoerna Mild di Kota Bekasi dari periode ke periode selalu mengalami peningkatan.
Merk produk adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan hal-hal tersebut, yang berfungsi untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Siti Rahayu Binarsih, 2007). Sebelum mengambil keputusan pembelian produk, konsumen selalu mempertimbangakan merk produk, semakin tinggi kualitas merk produk, maka semakin banyak konsumen yang tertarik untuk membeli,
Rasa rokok terletak pada ramuan bahan baku yang di pergunakan dan pada kertas pembungkus. Setiap kemasan rokok mempunyai rasa khas tersendiri yang mampu mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan memanfaatkan produk rokok tersebut.
Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan.
Promosi sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan konsumen. Sarasarn promosi penjualan biasanya lebih mempengaruhi perilaku dibandingkan dengan sikap. Karena itulah, kelihatannya lebih masuk akal ketika merencanakan suatu kampanye promosi pejualan untuk target pelanggan sehubung dengan perilaku umum.
Ketersediaan produk merupakan fungsi pendistribusian produk. Semakin banyak produk yang didistribusikan keberbagai daerah merupakan upaya untuk memnuhi permintaan konsumen terhadap produk tersebut. Ketersediaan produk merupakan factor penting yang perlu diperhatikan produsen dalam rangka memasarkan produk.

Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1.      Apakah merk produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen ?
2.      Apakah rasa dapat mempengaruhi keputusan konsumen ?
3.      Apakah promosi dapat mempengaruhi keputusan konsumen ?
4.      Apakah ketersediaan produk dapat mempengaruhi keputusan konsumen ?


BAB II
LANDASAN TEORI

Deskriptif tentang PT Sampoerna
Sejarah dan keberhasilan PT HM Sampoerna Tbk. ("Sampoerna") tidak terpisahkan dari sejarah keluarga Sampoerna sebagai pendirinya.
Pada tahun 1913, Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Cina, mulai membuat dan menjual rokok kretek linting tangan di rumahnya di Surabaya, Indonesia. Perusahaan kecilnya tersebut merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan rokok kretek maupun rokok putih.
Popularitas rokok kretek tumbuh dengan pesat. Pada awal 1930-an, Liem Seeng Tee mengganti nama keluarga sekaligus nama perusahaannya menjadi Sampoerna, yang berarti ”kesempurnaan”. Setelah usahanya berkembang cukup mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat tinggal keluarga dan pabriknya ke sebuah kompleks bangunan yang terbengkalai di Surabaya yang kemudian direnovasi olehnya.
Bangunan tersebut kemudian juga dijadikan tempat tinggal keluarganya, dan hingga kini, bangunan yang dikenal sebagai Taman Sampoerna tersebut masih memproduksi kretek linting tangan. Bangunan tersebut kini juga meliputi sebuah museum yang mencatat sejarah keluarga Sampoerna dan usahanya, serta merupakan salah satu tujuan wisata utama di Surabaya.
Generasi ketiga keluarga Sampoerna, Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi perusahaan pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, Sampoerna berkembang pesat dan menjadi perseroan publik pada tahun 1990 dengan struktur usaha modern, dan memulai masa investasi dan ekspansi. Selanjutnya Sampoerna berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia. Keberhasilan Sampoerna menarik perhatian Philip Morris International Inc. (“PMI”), salah satu perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Mei 2005, PT Philip Morris Indonesia, afiliasi dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas Sampoerna.
Jajaran Direksi dan manajemen baru yang terdiri dari gabungan profesional Sampoerna dan PMI meneruskan kepemimpinan Perseroan dengan menciptakan sinergi operasional dengan PMI, sekaligus tetap menjaga tradisi dan warisan budaya Indonesia yang telah dimilikinya sejak hampir seabad lalu.

Keputusan pembeli merupakan proses pengintegrasian yang mengkombinasikan beberapa pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku dan memilih salah satunya dengan berbagai macam cara yang mampu mempengaruhi konsumen untuk menjadi konsumen tetap.
Keputusan seorang pembeli  di pengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, dan keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian.
Pengaruh Perilaku Terhadap Pengambilan Keputusan Individu, yaitu :
         Perilaku yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah: Ethics, values, Personality, Propensity for Risk, Potensial for Dissonance, serta Escalation of Comitment.
         Etika adalah sistem atau kode yang memberikan arahan pekerjaan bagi individu.
         Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan etis: gender, filosofi, edukasi, pengalaman, umur, kesadaran, kultur organisasi, kode etik, reward dan sanksi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler (1997) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian
Pengertian  keputusan pembelian, menurut Kotler & Armstrong (2001: 226) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.
           
Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian
Tahap-tahap  proses  keputusan  pembelian  dapat  digambarkan dalam sebuah model di bawah ini (Philip Kotler dan AB. Susanto, 1999;
251):
 

P
Sumber : Philip Kotler dan AB. Susanto, Pemasaran di Indonesia, (1999: 251)
Gambar 2.1
Model Proses Pembelian Lima Tahap

Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap diatas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.
a.      Pengenalan masalah
Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari  suatu  perbedaan  antara  keadaan  yang  sebenarnya  dan keadaan yang diinginkanya.  Kebutuhan  itu  dapat  digerakkan  oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normal adalah haus dan lapar   akan meningkat hingga mencapai suatu  ambang  rangsang  dan  berubah  menjadi  suatu  dorongan berdasarkan  pengalaman  ynag  sudah  ada.  Seseorang  telah  belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akan memuaskan dorongan itu.
b.      Pencarian informasi
Konsumen  mungkin  tidak  berusaha  secara  aktif  dalam  mencari
informasi  sehubungan  dengan  kebutuhannya.  Seberapa  jauh  orang
tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan
kebutuhan,   banyaknya   informasi   yang   dimiliki,   kemudahan
memperoleh informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari
kegiatan  mencari  informasi.  Biasanya  jumlah  kegiatan  mencari
informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi
pemecahan  masalah  yang  terbatas  kepemecahan  masalah  yang
maksimal.
c.      Evaluasi alternatif
Informasi  yang  didapat  dari  calon  pembeli  digunakan  untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli.
d.      Keputusan pembelian
Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif   yang   harus   dipilih   atau   dievaluasi   untuk menentukan produk mana yang akan dibeli.
e.      Perilaku setelah pembelian
Apabila  barang  yang  dibeli  tidak  memberikan  kepuasan  yang diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya

            Kerangka Pemikiran

Dalam mempelajari, menganalisis dan memahami konsumen diperlukan suatu kerangka pemikiran yang diharapkan dapat membantu dalam penyusunan suatu strategi pemasaran yang aplikatif terhadap kondisi faktual di lapangan. Kerangka pemikiran ini didasarkan pada perpaduan model-model perilaku konsumen yang diajukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, serta berbagai teori-teori pendukung lain yang berkaitan. Adapun deskripsi kerangka pemikiran selengkapnya disajikan pada Gambar 2.3 berikut ini.



Gambar 2.1   Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Konsumen dalam Keputusan Pembelian Produk rokok di Bekasi

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode analisis
Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana dat-data digolongkan, dianalisis lalu diinteprestasikan. Data utama dalam penelitian ini adalah dengan mendapatkan informasi dari responden secara langsung dengan menyebarkan kuisioner yang berisikan tentang karakteristik responden, perilaku kebiasaan pembelian dan pernyataan-pernyataan yang dibuat untuk mendapatkan informasi yang relevan dan dibutuhkan untuk menganalisa masalah penelitian yang dikemukakan. Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuisioner.

Uji-t (Uji Parsial)
Uji-t (Uji Parsial) dilakukan dengan menggunakan langkah  sebagai berikut :
Ho : b1 = 0
Artinya tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel independet, variabel bebas yaitu (X1, X2, dan X3) berupa variabel kualitas promosi dan kemudahan memperoleh produk terhadap keputusan pembelitan yaitu variabel dependent (Y), variabel terikat.
Ha : b1 ≠ 0
Artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel independent yaitu (X1, X2, dan X#) berupa variabel kualitas, promosi, dan kemudahan memperoleh produk terhadap keputusan pembelian variabel dependent (Y).
Kriteria Pengambilan Keputusan (KPK) dengan menggunakan Two Tail Test (uji dua sisi). Pengujian ini digunakan apabila : hipotesis nol (Ho) berbunyi “lebih besar” (>) dan hipotesis alternatifnya berbunyi “lebih kecil” (<).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian dan pengolahan data penelitian mendapatkan hasil sebagai berikut :
1. Berdasarkan uji-t diketahui merk produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild. Sebab nilai signifikan dari masing-masing variabel dibawah 0,05, yang berarti Ha di terima.
2. Berdasarkan uji-t diketahui rasa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild. Sebab nilai signifikan dari masing-masing variabel dibawah 0,05, yang berarti Ha di terima.
3. Berdasarkan uji-t diketahui promosi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild. Sebab nilai signifikan dari masing-masing variabel dibawah 0,05, yang berarti Ha di terima.
4. Berdasarkan uji-t diketahui ketersediaan produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild. Sebab nilai signifikan dari masing-masing variabel dibawah 0,05, yang berarti Ha di terima.

BAB V
KESIMPULAN

Hasil penelitian dan pengolahan data, diketahui pengaruh anatara merk produk, rasa, promosi dan ketersediaan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild di kota Bekasi yaitu :
  1. sebelum konsumen mengambil keputusan pembelian terhadap produk selalu mempertimbangkan kualitas merk produk, semakin tinggi kualitas merk produk maka semakin banyak konsumen terpengaruh untuk membeli produk tersebut.
  2. Sebelum membeli konsumen juga mempertimbangkan rasa, jika produk rokok tersebut mempnyai rasa khas yang mampu memenuhi selera konsumen, maka tidak menutup kemungkinan banyak konsumen yang terpengaruh oleh produk rokok tersebut.
  3. Bagi kalangan ekonomi lemah harga menjadi perhatian utama, semakin rendah harga beli maka semakin dicari, dengan demikian harga dapat mempengaruhi keputusan konsumen.
  4. Tingkat frekuensi promosi lewat televisi, radio, media cetak dan sebagainya dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk.
  5. Produk yang selalu tersedia sepanjang waktu dan dimana-mana, mempunyai daya tarik bagi konsumen memutuskan membeli produk tersebut dengan alasan produk tersebut mudah diperoleh.
  6. Hasil dan analisa data dengan uji-t diketahui secara parsial variabek merk produk, rasa, promosi dan ketersediaan produk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan konsumen membeli rokok Sampoerna Mild di kota Bekasi.

DAFTAR PUSTAKA









Jumat, 04 November 2011

Metode Riset

BAB IV
PEMBAHASAN
PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan 15 Mei 1959. Setelah mendapatkan ijin sebagai bank devisa pada 1988, BII mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang Bursa Efek Indonesia atau BEI) pada 1989. Sejak menjadi perusahaan publik, BII telah tumbuh menjadi salah satu bank swasta terkemuka di Indonesia.
BII adalah salah satu bank terbesar di Indonesia dengan jaringan internasional yang memiliki 303 cabang termasuk lima cabang Syariah, serta 893 ATM dan 15 CDM (Cash Deposit Machines) BII di seluruh Indonesia, dan juga sudah terkoneksi dengan lebih dari 20.000 ATM yang tergabung dalam Jaringan ATM PRIMA, ATM BERSAMA, ALTO, CIRRUS dan jaringan MEPS di Malaysia dan sekaligus terhubung dengan lebih dari 2.800 ATM Maybank di Malaysia dan Singapura serta memiliki kantor cabang luar negeri di Mauritius, Mumbai dan Cayman Islands. Per 30 September 2010, total simpanan nasabah sebesar Rp55 triliun dan aset sebesar Rp72 triliun. BII menyediakan serangkaian jasa keuangan melalui kantor cabang dan jaringan ATM, phone banking dan internet banking.  BII telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BNII) dan aktif di sektor UKM/Komersial, Konsumer dan Korporasi.  BII menyediakan produk dan jasa untuk perusahaan berskala menengah dan komersial serta menyediakan kepada individu produk-produk kartu kredit, KPR, deposito, pinjaman dan layanan wealth management.  Sedangkan layanan untuk nasabah korporasi adalah pinjaman, trade finance, cash management, kustodian dan foreign exchange.

Pengaruh Economic Content terhadap Kepuasan

Jika penilaian nasabah terhadap economic content yang ditujukan pada mereka makin baik (tinggi), maka semakin tinggi kepuasan nasabah terhadap bank. Nasabah merasa puas karena menurut penilaiannya bank dapat memberikan manfaat ekonomi melebihi harapannya. Bank yang dapat memberikan economic content kepada nasabah dengan memberikan manfaat yang lebih besar dari pada pengorbanan yang dikeluarkan akan menimbulkan kepuasan kepada nasabah. Nasabah yang puas akan bersedia menjalin hubungan jangka panjang dan akan lebih bernilai kepada bank dari pada nasabah yang baru karena nasabah lama memiliki account balance yang lebih tinggi, biaya yang relatif lebih rendah, dan cenderung menggunakan produk dan jasa lain. Relationship selalu terjadi ketika interaksi antara pelanggan dan perusahaan memiliki konsekuensi ekonomi yang melebihi transfer produk. Hal ini akan mengikat pelanggan dengan perusahaan terutama melalui insentif keuangan harga yang lebih rendah untuk volume pembelian yang lebih besar atau harga yang lebih rendah untuk pelanggan yang telah lama menjalin hubungan dengan pelanggan. Dalam pemasaran relasional yang sukses, bank yang mampu memberikan nilai ekonomi yang superior kepada nasabah berarti dapat memenuhi harapan nasabah sehingga nasabah merasa puas dan bersedia untuk membangun, mengembangkan dan mempertahankan relationship. Manfaat ekonomi yang superior berarti nasabah menerima manfaat yang jauh lebih besar dari pengorbanan yang diberikannya. Pada bank, debitur yang sudah pernah mendapat kredit akan lebih mudah untuk mendapatkan kredit lain atau kredit berikutnya karena bank tidak memerlukan waktu dan biaya yang besar untuk menilai kredibilitas nasabah tersebut sehingga biaya yang dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan kredit lebih murah. Selain itu, waktu dan tenaga yang diperlukan nasabah untuk mendapatkan produk kredit jadi lebih sedikit. Hal ini akan menimbulkan kepuasan nasabah. Liang and Wang mengembangkan dan menguji secara empiris hubungan antara relational bonding, customer satisfaction, trust/commitmen dan customer behavioral loyality dalam pemasaran relasional pada industri jasa keuangan di Taiwan. Relational bonding meliputi economic bonding, social bonding dan structural bonding. Responden yang diteliti adalah nasabah bank di Taiwan. Hasil penelitiannya menemukan bahwa economic bonding tactics secara signifikan mempengaruhi kepuasan nasabah. Ikatan ini mendorong motivasi konsumsi pelanggan dan memperoleh loyalitas mereka dengan menggunakan keputusan harga seperti tingkat bunga yang lebih tinggi untuk account yang lebih besar dan disimpan di bank dalam jangka yang lebih panjang. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nasabah baik nasabah perusahaan maupun individu yang telah menjalin hubungan selama lima tahun memperoleh lebih banyak keuntungan dari pada nasabah yang baru menjalin hubungan selama satu tahun. Ini berarti bahwa nasabah yang memperoleh keuntungan yang lebih besar akan lebih puas pada pemberi jasa. Oleh karena itu nasabah yang menjalin hubungan jangka panjang lebih bernilai kepada bank dari pada nasabah yang baru: pelanggan lama memiliki account balance yang lebih tinggi, biaya yang relatif lebih rendah, dan cenderung menggunakan produk dan jasa lain. Sebalikya Hennig-Thurau et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa economic content tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan. Teori perilaku telah menemukan bahwa uang dan jenis imbalan ekstrinsik lainnya tidak meningkatkan motivasi dan kepuasan pelanggan dan dapat mengurangi ikatan emosional dengan perusahaan. Apabila disesuaikan ke dalam konteks relationship antara pelanggan dan perusahaan jasa, penemuan ini merupakan imbalan ekstrinsik yang menimbulkan perilaku loyal sementara, tetapi gagal memberikan kontribusi bagi pengembangan relationship yang sebenarnya. Jadi loyalitas pelanggan akan berakhir ketika pesaing menawarkan imbalan yang lebih tinggi.

Pengaruh Social Content terhadap Kepuasan

Relationship dibentuk karena adanya interaksi sosial yang berkembang antara pelanggan dengan pemberi jasa (karyawan). Pada saat interaksi, karyawan bank melakukan komunikasi dengan nasabah. Komunikasi yang terjadi ini merupakan bagian integral dari fungsi pemasaran interaktif. Apa yang dikatakan karyawan, bagaimana mereka mengatakannya, bagaimana perilaku mereka, bagaimana tampilan outlet, mesin dan sumberdaya fisik, dan bagaimana karyawan mengkomunikasikan sesuatu kepada nasabah. Duncan and Moriarti menemukan bahwa hasil komunikasi adalah meningkatnya pelanggan yang bertahan dan nilai mereka meningkat.
Social content ini dapat diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan. Karena interaksi antara nasabah dan karyawan bank merupakan inti bagi persepsi nasabah terhadap kualitas pada bank, dan nasabah juga menginginkan adanya hubungan sosial disamping manfaat fungsional maka ada pengaruh yang positif antara social content dengan kepuasan nasabah. Fakta menunjukkan bahwa nasabah puas tidak hanya pada produk atau jasa perbankan, tetapi juga oleh bagaimana mereka diperlakukan oleh para perusahaan dan para karyawannya serta perasaan yang tumbuh sebagai hasil dari kontak dan asosiasi mereka dengan perusahaan. Dari kontak sosial, karyawan bank dapat memahami kebutuhan dan harapan nasabah. Karyawan akan dapat lebih baik mengetahui layanan yang bagaimana yang diharapkan nasabah sehingga mereka dapat membuat nasabah puas. Layanan yang diinginkan dapat dievaluasi oleh pada saat karyawan bank berinteraksi dengan nasabah. Interaksi ini dapat dikatakan sebagai kontak poin. Perhatian bank terhadap kontak poin ini menyangkut berapa jumlah kontak yang dilakukan pada periode tertentu, pada area mana saja kontak poin ini terjadi, siapa dari pihak bank yang melakukan kontak, kalau kontak poin itu tidak melibatkan manusia, peralatan apa yang dipunyai bank yang langsung beriteraksi dengan nasabah, dan yang terakhir bagaimana kualitas kontak terjadi.
Pada sebuah bank, sama seperti jenis perusahaan lainnya, kontak poin yang terjadi antara perusahaan dan nasabahnya sangat beragam pada Bank Internasional Indonesia, kontak poin yang terjadi antara bank dan debitur, atau calon debitur adalah sebagai berikut :
  1. Teller, petugas bank yang melayani transaksi perbankan sehari-hari. Dalam melakukan interaksi, para teller ini berhadapan langsung dengan nasabah yang melakukan berbagai transaksi perbankan seperti penarikan, penyetoran, transfer, dan lain-lain.
  2. Petugas customer service, juga berhadapan langsung dengan pelanggan, yang melakukan fungsi pembukaan rekening, penutupan rekening, pencairan deposito, penyediaan informasi, dan lain-lain.
  3. Petugas customer service, termasuk yang ada di kantor-kantor cabang, yang menjawab pertanyaan nasabah melalui telepon.
  4. Analis Kredit, orang yang menganalisis permohonan kredit dari berbagai aspek yang terkait untuk menilai kelayakan usaha yaang akan dibiayai dengan kredit
  5. Tenaga penjualan langsung, yang mendatangi calon nasabah
  6. Direct mail yang langsung dikirim kerumah-rumah
  7. Physical environment dari setiap tempat terjadinya kontak poin tersebut misalnya bentuk fisik ruang kantor bank, atau booth ATM
  8. Para satpam dan tukang parkir yang juga punya peranan dalam terjadinya kontak poin. Satpam yang simpatik dan cekatan akan menimbulkan rasa aman di hati nasabah.

Dengan memahami setiap kontak poin yang terjadi, bank benar-benar dapat memahami interaksi yang dilakukannya dengan nasabah sehingga dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabah dan ini akan menimbulkan kepuasan nasabah. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas penyampaian kredit yang diberikan, langkah utama yang ditempuh Bank Internasional Indonesia adalah mengirimkan tenaga pemasaran kredit untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan mengenai perkreditan yang dilaksanakan secara internal maupun eksternal. Karyawan yang terlatih ini akan dapat bersosialisasi dengan nasabah sehingga dapat melakukan apa yang diharapkan.
Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Boonajsevee. Boonajsevee meneliti pengaruh relational benefit yang terdiri dari confidence benefit, social benefit dan special treatment benefits terhadap kepuasan, komitmen, dan relational outcomes. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa social benefit mempengaruhi kepuasan nasabah. Ini mengimplikasikan bahwa kepuasan merupakan mediator antara relational benefit dan relational marketing outcomes yaitu relationship intention. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Hennig-Thurau et.al. Dalam penelitiannya mereka menemukan bahwa social content berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Walaupun social benefit berfokus pada relationship dari pada kinerja, social benefit dapat juga diharapkan memiliki pengaruh positif pada kepuasan pelanggan. Karena interaksi antara pelanggan dan pegawai perusahaan adalah sentral dari persepsi pelanggan mengenai kualitas dalam banyak perusahaan jasa. Gremler and Gwinner juga menyatakan bahwa fokus social benefit adalah pada relationship itu sendiri daripada hasil dari transaksi. Hubungan nasabah-karyawan, konsep yang berhubungan dengan social content secara signifikan berhubungan dengan penyedia jasa. Hubungan positif antara “commercial friendship” merupakan elemen utama dari social content dan kepuasan.
Peningkatan kualitas pelayanan Bank Internasional Indonesia dilakukan melalui perluasan jaringan maupun dalam bentuk kerja sama dengan lembaga lain. Bank Internasional Indonesia memperluas jaringan dengan membuka kantor kas yang akan dibuka pada bulan Agustus 2006, sedangkan bentuk kerjasama diantaranya dengan BCA berupa pelayanan ATM dan ATM bersama, Asuransi Takaful, Kantor Pos berupa kartu Shar-e dan juga dengan beberapa yayasan dan pondok pesantren. Hal ini dilakukan Bank Internasional Indonesia sebagai langkah untuk memberikan pelayanan yang memuaskan bagi nasabah.
Upaya peningkatan kualitas pelayanan oleh Bank Internasional Indonesia bersifat inovatif dan berorientasi pada kepuasan nasabah. Seperti Dalam rangka memperingati Hari Pelanggan Nasional, PT Bank Internasional Indonesia Tbk. (BII) menyelenggarakan BII CARE Day secara serentakdi DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan. Melalui BH CARE Day, Bank Internasional Indonesia menyampaikan ucapan selamat Hari Pelanggan kepada seluruh nasabah dengan memberikan bingkisan kecil sebagai apresiasi kepada pelanggan atas kepercayaan yang diberikan kepada BII. Sejak dilaksanakannya program peningkatan kualitas layanan secara berkelanjutan, peringkat BII dalam "The Bank Service Excellence" MRl-Infobank terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Dimulai dengan naik dari peringkat ke-13 ke peringkat ketujuh pada 2007, kemudian naik ke peringkat kelima pada 2008, kemudian memperoleh peringkat kedua pada 2009 dan 2010. BII juga meraih peringkat pertama dalam survei "Kualitas Pelayanan Nasabah" tahun 2009, yang diselenggarakan oleh Institut of Service Management Studies (ISMS) dan Infobank. Peringkat yang terus meningkat dari tahun ke tahun, menjadi motivasi Bank Internasional Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas layanan supaya menjadi bank terbaik dalam kualitas layanan.
Namun masih muncul pertanyaan, apakah hal tersebut telah benar—benar dapat memberikan kepuasan bagi nasabah Bank Internasional Indonesia bila dilihat dari lima dimensi pelayanan yaitu tangibles (bukti langsung), reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan) dan empathy (empati). Bank Internasional Indonesia perlu mengidentifikasi apakah pelayanan yang selama ini diberikan telah sesuai dengan harapan nasabah. Hal ini sebagai bukti perhatian Bank Internasional Indonesia terhadap kepuasan nasabahnya.
Apabila harapan nasabah lebih besar dari tingkat layanan yang diterima, maka nasabah tidak puas. Sebaliknya apabila harapan nasabah sama/lebih kecil dari tingkat layanan yang diterima, maka nasabah akan puas. Lima dimensi pelayanan tersebut, manakah yang paling dominan mempengaruhi kepuasan nasabah Bank Internasional Indonesia. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang kepuasan nasabah setelah menerima pelayanan dari Bank Internasional Indonesia, dengan ini bisa diketahui dimensi pelayanan manakah yang paling dominan memberikan kepuasan bagi nasabah.
Penelitian ini diharapkan Bank Internasional Indonesia lebih meningkatkan lagi pelayanan yang belum dominan mempengaruhi kepuasan nasabah dan mempertahankan pelayanan yang dominan mempengaruhi kepuasan nasabah, sehingga Bank Internasional Indonesia dapat meningkatkan market share dan tetap eksis dikancah persaingan.



BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
    Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan terhadap nasabah BII syariah sudah dianggap cukup baik oleh para nasabah. Terdapat beberapa dimensi yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasaan nasabah.
- Pada dimensi tangible persentase sebesar 50.3% yang menyatakan bahwa pelayanan BII syariah di nilai cukup baik.
- Pada dimensi reliability persentase sebesar 60.5% yang menyatakan bahwa pelayanan BII syariah di nilai cukup baik.
- Pada dimensi responsiveness persentase sebesar 48.5% yang menyatakan bahwa pelayanan BII syariah di nilai cukup baik.
- Pada dimensi assurance persentase sebesar 54% yang menyatakan bahwa pelayanan 
BII syariah di nilai baik.
- Pada dimensi empathy persentase sebesar 55.5% yang menyatakan bahwa pelayanan 
BII syariah di nilai baik.
Harapan nasabah dengan persentase paling besar berada pada dimensi reliability yaitu sebesar 67%.. Para nasabah menilai bahwa dimensi reliability merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kualitas pelayanan 
BII syariah karena dengan adanya kecepatan dan ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan dengan meminimalisasikan kesalahan yang ada, para nasabah merasakan kepuasan terhadap pelayanan BII syariah.

2. Saran-saran
v     Sikap tanggap karyawan dan perhatian dalam pelayanan pemberian kredit bank perorangan maupun kelompok merupakan unsur yang sangat menentukan dalam pelayanan kredit. Untuk itu, sudah selayaknya para karyawan meningkatkan sikap tanggap perhatiannya terhadap nasabah dalam sistem layanan yang diberikan sehingga dapat bersaing dengan pihak perbankan sejenis.
v     Semua unsur dimensi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah sehingga PT Bank Internasional Indonesia perlu memperhatikan lebih khusus dimensi-dimensi tersebut serta mencari terobosan yang dapat meningkatkan.


tugas ini diberikan untuk prihantoro