Pengurangan BBM Bersubsidi di Indonesia Di Mulai Awal April
Untuk mengurangi tingkat kemacetan dan polusi udara, pemerintah Indonesia berniat untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor, sehingga masyarakat diharapkan akan beralih ke kendaraan umum, dan demikian hal tersebut akan mengurangi tingkat polusi dan kemacetan lalu lintas. Dan untuk mendukung program tersebut, pemerintah juga mengusulkan agar BBM bersubsidi di hilangkan, dan beralih ke Pertamax. Namun, hal tersebut mendapat respon pro dan kontra dari para masyarakat.
Beberapa minggu ini, Indonesia sedang disibukan dengan ide pemerintah untuk menghilangkan bahan bakar minyak premium. Hal ini mendapat reaksi positif dan negatif dari masyarakat. Para masyarakat yang tidak setuju dengan ide tersebut rata-rata berasal dari masyarakat kalangan bawah. Mereka tidak setuju karena harga bahan bakar pertamax jauh lebih mahal dibanding dengan bensin premium, sehingga mereka khawatir kebutuhan hidupnya akan semakin tinggi apabila mereka menggunakan pertamax.
Setelah dua kali ditunda, akhirnya pembatasan BBM bersubsidi akan diberlakukan 1 Januari mendatang. Untuk kendaraan roda empat pelat hitam diwajibkan mengggunakan BBM non subsidi. Jenis BBM bersubsidi, yaitu premium, hanya diperbolehkan untuk kendaraan roda dua, roda tiga, pelat kuning dan nelayan saat menggunakan perahu mencari ikan.
Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa di Jakarta, akhir pekan mengungkapkan, masyarakat harus memahami beban yang ditanggung negara jika BBM bersubsidi tidak dibatasi. Menko juga menepis kekhawatiran banyak kalangan yang menilai jika BBM bersubsidi dibatasi maka akan memicu laju inflasi sehingga akan berdampak negatif pada target makro ekonomi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi.
“Yang mana yang akan dilakukan tahapannya ya silahkan saja, tapi kalau keseluruhan, plat hitam itu beralih, seluruh Indonesia, apalagi kalau bertahap Jabotabek dulu maka efek terhadap inflasinya tidak begitu besar,” jelas Menko Perekonomian.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, Andrinov Chaniago, berpendapat pembatasan BBM bersubsidi memang harus didukung agar tidak menjadi beban bagi anggaran negara. Namun menurutnya juga ada hal- hal yang harus diperhatikan pemerintah.
“Secara prinsip itu bagus, tapi sekali lagi untuk di Indonesia harus dilihat kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah misalnya karena pelayanan sistem transportasi masyarakat massal yang masih buruk, tata ruang yang tidak terkelola sehingga pemukiman masyarakat terpencar, tersebar ke pinggiran-pinggiran kota,” ungkap Andrinov.
Bukan saja efek sosial yang mungkin timbul dari kebijakan pembatasan BBM bersubsidi karena ditambahkan Andrinov Chaniago efek politik kemungkinan juga timbul, harus diperhatikan pemerintah. BBM menurutnya adalah kebutuhan vital bagi masyarakat sehingga harus berhati-hati dalam menerapkan peraturan terkait BBM.
“Kita belum bicara lagi resiko politik ya, dengan kebijakan represif itu lama-lama itu akan membuahkan reaksi politik, itu juga harus diperhatikan oleh pemerintah,” kata Andrinov menambahkan.
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi awal tahun depan akan dimulai di Jawa dan Bali karena secara infrastruktur daerah tersebut dinilai paling siap.
Pembatasan BBM bersubsidi ditegaskan pemerintah memang harus segera diberlakukan karena untuk tahun ini saja konsumsi BBM bersubsidi terus meningkat. Jatah BBM bersubsidi dalam anggaran negara 2010 sebanyak 36 juta kiloliter, namun dalam realisasinya mencapai 38 juta kiloliter.
Pembatasan BBM bersubsidi tahun depan menurut pemerintah diperkirakan mampu menghemat sekitar 28 trilyun rupiah. Subsidi BBM tahun depan semula diperkirakan mencapai sekitar 95 trilyun rupiah.
Dari sekitar 600 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) , sekitar 400 diantaranya sudah menyatakan siap menjalankan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi.
Voanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar