Rabu, 17 November 2010


BANJIR BANDANG DI PAPUA

Beberapa hari belakangan ini, masyarakat Indonesia di gemparkan oleh bencana alam banjir bandang yang melanda kota Wasior pada tanggal 4 Oktober 2010. Kota yang terletak di bagian barat kota Papua dengan jumlah penduduk 20.000 jiwa. Banjir bandang yang menerjang distrik Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, manghancurkan semua inftrastruktur, termasuk gedung-gedung milik pemerintah. Banyak korban yang berjatuhan akibat bencana ini. Hingga saat ini telah tercatat 142 orang tewas, 186 orang luka berat, 535 orang luka ringan dan 4.375 mengungsi. Tim SAR juga masih mencari ratusan orang yang masih hilang.
Banjir bandang di Wasior ini, terjadi akibat rusaknya lingkungan di daerah hulu sungai. Empat sungai yang mengalir dari hulu menuju kota Wasior meluap. Kerusakan  ini terjadi akibat penebangan hutan dan pembangunan yang tak terkendali. Tim Walhi di lapangan menemukan puluhan ribu kayu gelondongan di 8 daerah diantaranya Wasior satu dan dua serta Kampung Rado. Kerusakan hutan ini diduga dilakukan oleh perusahaan penguasaan hutan. Namun Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan, penyebab banjir bandang yang terjadi di distrik Wasior, Papua Barat bukan disebabkan illegal logging, seperti yang sebelumnya ia sampaikan. Pernyataan ini juga sekaligus sebagai ralat dari apa yang pernah diucapkannya beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa penyebab banjir disebabkan pembalakan liar. Menurutnya musibah di Wasior tak lebih disebab oleh tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan danau yang berada di wilayah atas kemudian meluap. Luapan tersebut yang membuat tanah di sekitar danau tidak mampu menyerap dan mengakibatkan longsor. Musibah longsor yang terjadi juga akibat tata ruang yang tidak baik dan perluasan kota pada kawasan hutan produksi terbatas di wilayah tersebut. Dan pada kenyataannya, kerusakan hutan dan pengeksploitasian hutan secara besar-besaran juga merupakan salah satu alasan terjadinya banjir bandang tersebut. Banyak orang-orang serta perusahaan yang melakukan pembalakan liar. Namun yang terjadi pemerintah justru memberi izin bagi pengusahaan untuk mengambil hasil hutan baik di luar maupun di dalam kawasan konservasi, akibatnya, tidak dapat dihindari lagi dari bencana banjir juga longsor yang menimpa kabupaten tersebut.
Dan kini banjir bandang telah meluluh lantahkan Wasior. Kota Wasior yang sebelumnya adalah kawasan konservasi dengan lingkup yang kecil telah di ubah menjadi kawasan perkantoran, padahal kawasan konservasi merupakan daerah yang harus di jaga ketat. Menurut pandangan Folker LSM untuk membangun kota Wasior kedepannya sangat tidak mungkin lagi, karena jarak kota dari tebing gunung hingga bibir laut tidak sampai 100 meter, jadi kemungkinan besar kota wasior akan bergeser kearah selatan. Setelah adanya bencana alam, sangat tidak mungkin bila kota Wasior tetap di pertahankan di satu tempat dan itu merupakan bukti nyata bila pemekaran satu wilayah dari segi ibu kota memerlukan kajian juga tata ruang yang baik. Ketua IHI, Chalid Muhammad menyatakan bahwa bencana di Papua Barat akan terus terjadi apabila perusahaan pemilik izin pengolahan terus menerus mengeksploitasi kekayaan hutan.
Bantuan untuk para korban pun terus berdatangan. Pemerintah pusat sudah mengirimkan dana bantuan bagi korban banjir bandang di distrik Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat, senilai Rp300 juta. Pemerintah juga akan mengirim bantuan tambahan senilai Rp 500 juta. Dana tunai sudah mencapai Rp 800 juta. Pemerintah menetapkan tanggap darurat selama dua minggu untuk penanganan korban banjir bandang. Selain bantuan dana tunai, pemerintah pusat melalui BNPB juga telah mengirim bantuan seberat 13,5 ton. Bantuan itu antara lain berupa makanan cepat saji, selimut, pakaian, dan peralatan keluarga. Tetapi, bantuan utama yang dikirim pemerintah sebenarnya bukanlah dalan bentuk uang. Penggalangan dana untuk korban banjir Wasior, Papua Barat, yang dilakukan Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, saat ini telah mencapai Rp28 juta. Dan jumlah ini masih akan bertambah lagi karena penutupan dana untuk korban jatuh pada tanggal 30 Oktober 2010.
www.wartawarga.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar